Saya lanjutin postingan lop setori ya.
Kalo mau baca kisah awalnya, silakan ke sini.
Jadi siapa orang yang waktu itu lagi saya doain?
Alkisah beberapa minggu itu ceritanya saya lagi ngecengin seseorang. Seperti saya bilang tadi, status jomblo ngenes bikin saya galau, jadinya begitu nemu bachelor yang eligible dikit langsung deh ngebet bin kebelet. Waktu itu juga ada temen yang ngomporin dan memfasilitasi dengan gencar, jadinya bikin saya makin gimana gitu.
Namanya co-ass tuh ya, stressnya banyak, jadi kalo ada bahan buat seru-seruan langsung disambut dengan gegap gempita. Tau sendiri dong, gebetan kan bikin hidup lebih berwarna, hahaayy... :D Nah gebetan serius-serius-engga itulah yang lagi saya doain. Urusan pasangan hidup buat saya adalah masalah yang amat sangat penting, dan sejak ABG saya udah terbiasa untuk doain and cerita sama Tuhan segala rasa yang ada di dada (hoek...) sampe hal-hal yang paling sepele sekali pun. Jadi dibawa dalam doa tidak sama dengan jatuh cinta atau gimana gitu.
Setelah sepakat saling mendoakan, saya dan Ivan menjalani hari-hari seperti biasanya. Gak pake perjanjian didoain berapa lama, pokoknya sampe saya yakin aja bahwa emang dia beneran pasangan hidup yang Tuhan sediain buat saya. Bener-bener serius ya, kaya diajak kawin aja wkwkwk....
Beberapa minggu berjalan, saya ajak Ivan kenalan ama ortu saya.
Begini ceritanya:
***
(Note: Mr. Sut = Papa Lia; Mrs. Sut = Mama Lia)
“Rumahnya di mana?” tanya Mr. Sut.
Sang pemuda yang bernama Ivan itu berpikir keras dengan groginya. “Eee.... eee... di.... mana itu ya........ eee....... Lupa, Oom...” jawabnya sambil tersenyum putus asa, keringat bertetesan di pelipisnya.
Mrs. Sut tak bisa menyembunyikan senyum geli, dan berusaha memalingkan wajahnya. Lia Sut yang welas asih berhasil meredam tawa di balik hembusan nafasnya yang hanya sedikit terlalu keras. Beruntung tidak terlontar suara semburan yang tidak sopan.
Mr. Sut tak bergeming, menatap dingin sedikit bingung. “Lupa?! Ah...! Masa alamat sendiri bisa lupa?!”
Mr. Sut seolah tak menyadari tatapan berbingkai kacamata tebal di bawah alis matanya yang nyaris tak nampak itu cukup untuk meluluhlantakkan nyali seorang pemuda yang tengah berusaha merebut hati putrinya. Belum lagi kumisnya yang melintang rapi, yang disemirnya dengan rajin semenjak uban mulai bermunculan. Seulas senyum kecil di bibir tipisnya yang dimaksudkan untuk sedikit melenturkan suasana rupanya tidak banyak membantu.
Keringat di pelipis si pemuda menetes lagi. Dan lagi. Ini lebih menyeramkan daripada yang dia perkirakan sebelumnya. Syukur tadi dia sudah menyempatkan diri untuk buang air kecil sebelum datang kemari. Kalau tidak... bisa terkencing-kencing pula... Duh. Kukira dia cuma bercanda waktu memperingatkan bahwa papanya galak. Kalau saja Lia lebih menekankan keseriusan informasi itu, sesalnya dalam hati.
Dengan susah payah, Ivan mengumpulkan fokus dan memeras otak mengingat-ingat alamat rumahnya. Tak berhasil. Akhirnya dia menyerah dan memutuskan untuk tidak jaim. Lagipula melupakan alamatnya sendiri sudah merusak segala imej yang ingin dibangunnya. “Saya bener-bener lupa Oom... grogi...” katanya sambil tersenyum memelas.
“Memangnya baru pindah rumah? Udah berapa lama tinggal di sana?” tanya Mr. Sut yang selalu kritis dan logis, mencoba memahami sudut pandang pemuda itu.
“Udah lama kok Oom... Nggak baru pindahan. Saya nggak inget nama jalannya rumah saya. Saya inget jalan di sisi kanannya itu jalan A, sisi kirinya jalan B, sebelah sananya jalan C, tapi saya nggak inget rumah saya di jalan apa...." jawabnya.
“Ooo... Ya sudah,” timpal Mr. Sut datar, sambil mengalihkan pandangannya ke layar TV yang menyiarkan berita sore.
“Saya pamit dulu, Oom... Saya mau ajak Lia keluar sebentar, boleh Oom?” tanyanya sambil harap-harap cemas.
“Ya udah. Ati-ati,” jawab Mr. Sut memutuskan untuk sedikit basa-basi dan berbelas kasihan.
“Pergi dulu ya, Pah... Mah...”, Lia pamit kepada orangtuanya.
“Permisi, Tante...”, pamit si pemuda kepada Mrs. Sut, yang dijawab dengan, “Yuk...” serta bonus senyum manis lengkap dan anggukan kepala ramah, untuk membesarkan hati pemuda malang itu.
***
Itulah kisah pertama kali Ivan ketemu sama camer, wkwkwkwk... it was hillarious and memorable. Begitu keluar rumah menuju motor, saya dan Ivan ngakak segede-gedenya, dan surprise, Ivan mendadak inget alamat rumahnya huahahahh... saya tawarin balik lagi ke dalem rumah, tapi Ivan dengan ngeri menolak dan buru-buru make helmnya, ngajak saya cabut.
Itu juga pertama kalinya kami pergi berdua, nge-date gitu ceritanya, cieehh.... Kami naik motor menuju ke mall Istana Plaza, rencananya mau beli kado buat teman yang berulang tahun, lalu kami mau mampir ke rumahnya buat ngasih kado itu.
Dalam perjalanan pulang dari mall, tiba-tiba seorang petugas polisi lalu lintas meniup peluit dan meminta kami berhenti. Yap, kami ditilang! No kidding, pikir saya... Hasn’t there been enough drama for one night?
Rupanya motorbutut cinta-nya Ivan gak nyala dong lampu depannya. *tepokjidat* I didn’t know then what I know now, that this guy is magnet for all kinds of dramas. Gak ngerti kenapa dan bagaimana, tapi kapan pun dan di mana pun, di sekelilingnya kok banyaaakkk banget cerita-cerita yang bikin jidat berkerut bingung dan mulut melongo. Kok ada ya orang model begini... oh well... menerima apa adanya itu mahal harganya, jendral! Wkwkwk...
Dan ternyata oh ternyata... SIM-nya Ivan pun udah mati, begitu juga STNK-nya. Scratch the phrase “drama magnet”, change it into “drama king”. Ckckck... saya sampe geleng-geleng kepala. Ini adalah salah satu geleng-geleng kepala saya yang pertama berkaitan dengan urusan drama, dan jelas bukan yang terakhir, hihihi... makin ke sini perasaan malah makin kenceng geleng-gelengnya -.-‘ Kadang-kadang geleng-gelengnya dengan takjub dalam arti cukup negatif, tapi sebagian besar sih takjub netral, hahaha...
He’s just one of the funniest, silliest guys ever. Dia orang yang (pada umumnya) gak bisa jaim. Sekalinya berusaha jaim, pasti keliatan banget, dan end up ngancurin imejnya sendiri, lebih parah daripada gak jaim sekalian :D But mostly dia orang yang apa adanya, cenderung rada gak tau malu. Kepo (banget) dan sering keceplosan. Hobi nonton reality show, quiz, sampe infotainment wkwkwkw... In these long 13 years, he has evolved into a wonderful, faithful, committed, loving husband and father that our son and I cherish and are so proud of. He loves us and takes care of us unconditionally, sacrificially. And I have been loving him more and more ever since. :)
Segini dulu ya, pemirsa... Kapan-kapan disambung lagi, kalo yang baca masih berminat ;)
Kalo mau baca kisah awalnya, silakan ke sini.
Jadi siapa orang yang waktu itu lagi saya doain?
Alkisah beberapa minggu itu ceritanya saya lagi ngecengin seseorang. Seperti saya bilang tadi, status jomblo ngenes bikin saya galau, jadinya begitu nemu bachelor yang eligible dikit langsung deh ngebet bin kebelet. Waktu itu juga ada temen yang ngomporin dan memfasilitasi dengan gencar, jadinya bikin saya makin gimana gitu.
Namanya co-ass tuh ya, stressnya banyak, jadi kalo ada bahan buat seru-seruan langsung disambut dengan gegap gempita. Tau sendiri dong, gebetan kan bikin hidup lebih berwarna, hahaayy... :D Nah gebetan serius-serius-engga itulah yang lagi saya doain. Urusan pasangan hidup buat saya adalah masalah yang amat sangat penting, dan sejak ABG saya udah terbiasa untuk doain and cerita sama Tuhan segala rasa yang ada di dada (hoek...) sampe hal-hal yang paling sepele sekali pun. Jadi dibawa dalam doa tidak sama dengan jatuh cinta atau gimana gitu.
Setelah sepakat saling mendoakan, saya dan Ivan menjalani hari-hari seperti biasanya. Gak pake perjanjian didoain berapa lama, pokoknya sampe saya yakin aja bahwa emang dia beneran pasangan hidup yang Tuhan sediain buat saya. Bener-bener serius ya, kaya diajak kawin aja wkwkwk....
Beberapa minggu berjalan, saya ajak Ivan kenalan ama ortu saya.
Begini ceritanya:
***
(Note: Mr. Sut = Papa Lia; Mrs. Sut = Mama Lia)
“Rumahnya di mana?” tanya Mr. Sut.
Sang pemuda yang bernama Ivan itu berpikir keras dengan groginya. “Eee.... eee... di.... mana itu ya........ eee....... Lupa, Oom...” jawabnya sambil tersenyum putus asa, keringat bertetesan di pelipisnya.
Mrs. Sut tak bisa menyembunyikan senyum geli, dan berusaha memalingkan wajahnya. Lia Sut yang welas asih berhasil meredam tawa di balik hembusan nafasnya yang hanya sedikit terlalu keras. Beruntung tidak terlontar suara semburan yang tidak sopan.
Mr. Sut tak bergeming, menatap dingin sedikit bingung. “Lupa?! Ah...! Masa alamat sendiri bisa lupa?!”
Mr. Sut seolah tak menyadari tatapan berbingkai kacamata tebal di bawah alis matanya yang nyaris tak nampak itu cukup untuk meluluhlantakkan nyali seorang pemuda yang tengah berusaha merebut hati putrinya. Belum lagi kumisnya yang melintang rapi, yang disemirnya dengan rajin semenjak uban mulai bermunculan. Seulas senyum kecil di bibir tipisnya yang dimaksudkan untuk sedikit melenturkan suasana rupanya tidak banyak membantu.
Keringat di pelipis si pemuda menetes lagi. Dan lagi. Ini lebih menyeramkan daripada yang dia perkirakan sebelumnya. Syukur tadi dia sudah menyempatkan diri untuk buang air kecil sebelum datang kemari. Kalau tidak... bisa terkencing-kencing pula... Duh. Kukira dia cuma bercanda waktu memperingatkan bahwa papanya galak. Kalau saja Lia lebih menekankan keseriusan informasi itu, sesalnya dalam hati.
Dengan susah payah, Ivan mengumpulkan fokus dan memeras otak mengingat-ingat alamat rumahnya. Tak berhasil. Akhirnya dia menyerah dan memutuskan untuk tidak jaim. Lagipula melupakan alamatnya sendiri sudah merusak segala imej yang ingin dibangunnya. “Saya bener-bener lupa Oom... grogi...” katanya sambil tersenyum memelas.
“Memangnya baru pindah rumah? Udah berapa lama tinggal di sana?” tanya Mr. Sut yang selalu kritis dan logis, mencoba memahami sudut pandang pemuda itu.
“Udah lama kok Oom... Nggak baru pindahan. Saya nggak inget nama jalannya rumah saya. Saya inget jalan di sisi kanannya itu jalan A, sisi kirinya jalan B, sebelah sananya jalan C, tapi saya nggak inget rumah saya di jalan apa...." jawabnya.
“Ooo... Ya sudah,” timpal Mr. Sut datar, sambil mengalihkan pandangannya ke layar TV yang menyiarkan berita sore.
“Saya pamit dulu, Oom... Saya mau ajak Lia keluar sebentar, boleh Oom?” tanyanya sambil harap-harap cemas.
“Ya udah. Ati-ati,” jawab Mr. Sut memutuskan untuk sedikit basa-basi dan berbelas kasihan.
“Pergi dulu ya, Pah... Mah...”, Lia pamit kepada orangtuanya.
“Permisi, Tante...”, pamit si pemuda kepada Mrs. Sut, yang dijawab dengan, “Yuk...” serta bonus senyum manis lengkap dan anggukan kepala ramah, untuk membesarkan hati pemuda malang itu.
***
Itulah kisah pertama kali Ivan ketemu sama camer, wkwkwkwk... it was hillarious and memorable. Begitu keluar rumah menuju motor, saya dan Ivan ngakak segede-gedenya, dan surprise, Ivan mendadak inget alamat rumahnya huahahahh... saya tawarin balik lagi ke dalem rumah, tapi Ivan dengan ngeri menolak dan buru-buru make helmnya, ngajak saya cabut.
Itu juga pertama kalinya kami pergi berdua, nge-date gitu ceritanya, cieehh.... Kami naik motor menuju ke mall Istana Plaza, rencananya mau beli kado buat teman yang berulang tahun, lalu kami mau mampir ke rumahnya buat ngasih kado itu.
Dalam perjalanan pulang dari mall, tiba-tiba seorang petugas polisi lalu lintas meniup peluit dan meminta kami berhenti. Yap, kami ditilang! No kidding, pikir saya... Hasn’t there been enough drama for one night?
Rupanya motor
Dan ternyata oh ternyata... SIM-nya Ivan pun udah mati, begitu juga STNK-nya. Scratch the phrase “drama magnet”, change it into “drama king”. Ckckck... saya sampe geleng-geleng kepala. Ini adalah salah satu geleng-geleng kepala saya yang pertama berkaitan dengan urusan drama, dan jelas bukan yang terakhir, hihihi... makin ke sini perasaan malah makin kenceng geleng-gelengnya -.-‘ Kadang-kadang geleng-gelengnya dengan takjub dalam arti cukup negatif, tapi sebagian besar sih takjub netral, hahaha...
He’s just one of the funniest, silliest guys ever. Dia orang yang (pada umumnya) gak bisa jaim. Sekalinya berusaha jaim, pasti keliatan banget, dan end up ngancurin imejnya sendiri, lebih parah daripada gak jaim sekalian :D But mostly dia orang yang apa adanya, cenderung rada gak tau malu. Kepo (banget) dan sering keceplosan. Hobi nonton reality show, quiz, sampe infotainment wkwkwkw... In these long 13 years, he has evolved into a wonderful, faithful, committed, loving husband and father that our son and I cherish and are so proud of. He loves us and takes care of us unconditionally, sacrificially. And I have been loving him more and more ever since. :)
Segini dulu ya, pemirsa... Kapan-kapan disambung lagi, kalo yang baca masih berminat ;)
No comments:
Post a Comment
Ayooo silakan berkomentar.... :)