Ada 2 orang Hana yang lumayan terkenal di
Alkitab.
Yang satu adalah Hana sang nabiah lanjut usia
di Injil Lukas (Lukas 2:36-38).
Hana yang kedua kayaknya lebih terkenal, yaitu
mamanya Samuel di Perjanjian Lama.
Saya mau bahas Hana yang ini. Pendeta J. Ichwan
dalam kotbahnya di gereja saya Minggu lalu ngebahas tentang pujian Hana,
makanya saya jadi pengen menggali lebih dalam dan share di sini.
Seperti yang mungkin udah kita semua ketahui,
Hana ini mulanya hidupnya menderitaaaa banget, mirip sama kisah tokoh
protagonis di sinetron atau drama Korea. Dia dimadu, di-bully sama istri muda
suaminya yang namanya Penina, karena Hana tidak bisa punya anak sedangkan
Penina punya banyak anak. Alkitab berkata, Elkana, suami Hana, mengasihi Hana.
So kemungkinan Elkana nikah lagi sama Penina bukan karena cinta, tapi karena
tekanan budaya Israel pada masa itu, yaitu kudu harus punya anak.
Sayangnya, Elkana ngga ngerti penderitaan
isterinya yang dicap MANDUL atau bahasa modern-nya infertil. Salah seorang
bestie saya bergumul dengan problem yang sama, yaitu infertilitas. Dan
pergumulan tentang masalah ini bukan main, berat banget. Buat budaya Indo aja
kayanya udah berat karena tuntutan dan hobi orang Indo buat tanya2 nyinyir,
seperti “Kapan merit?”, “Kapan punya anak?”, “Kok belom hamil-hamil? Ayo
cepetan bikin anak dong...”, atau “Kapan punya anak kedua, anak pertama udah
gede gitu...” dst.
Seolah-olah punya anak itu semudah buang air
besar. Padahal buang air besar aja gak bisa seenak jidat kita kan? Kudu pas
kebelet baru bisa kan? Apalagi beranak, mbak.....
Simak kata pak Elkana, “Hana, mengapa engkau
menangis dan mengapa engkau tidak mau makan? Mengapa hatimu sedih? Bukankah aku
lebih berharga bagimu daripada sepuluh anak laki-laki?” 1 Samuel 1:8.
Waduh, gak peka banget sih pak... biarpun cinta
sama bapak, tapi Hana kan ada perasaan ingin diakui dan diterima sebagai
wanita. Pada zaman PL, isteri sebaik apa pun kalo gak punya anak suka
dicurigain, “jangan2 ada dosa tuh” atau “mungkin ada sesuatu yang membuat Tuhan
menutup kandungannya”. Alkitab penuh dengan banyak kisah perempuan yang mandul,
yang pada akhirnya bisa punya anak secara mukjizat: Sara isteri Abraham, Ribka
isteri Ishak, perempuan kaya di zaman nabi Elisa.
Jadi, Hana pun depresi. Beneran depresi. Ini
kesimpulan pribadi dari saya, karena baca beberapa gejalanya: banyak nangis,
gak mau makan, selalu ngerasa sedih.
Suatu ketika setelah Hana di-bully lagi sama
Penina, Hana mogok makan lagi, terus ngabur dari keluarganya yang lagi kumpul
makan-makan setelah ibadah. Hana lari ke depan pintu Kemah Pertemuan (atau Bait
Suci). Di situ Hana berrrdddooooaaaa sampe nungging dan sampe bernazar segala
bahwa kalo dikasih anak, Hana akan menyerahkan anak itu buat jadi hamba Tuhan. Demikian
Hana berdoa sambil nangis berurai air mata. Saya duga itu nangisnya walopun gak
keluar suara, cukup heboh dan mungkin sedikit menjurus ke arah histeris dengan
pose-pose yang bikin orang pada nontonin kali ya. Soalnya imam Eli yang udah
tuwir dan matanya mungkin mulai rabun, yang lagi duduk di pintu Bait Suci aja
ngeliatin Hana sambil nge-judge, bahwa Hana itu pasti perempuan mabok!
-.-‘ Sedemikian intens-nya kesan itu,
sampe imam Eli negur Hana, supaya bertobat dari mabok-mabokannya!
Inget bahwa imam Eli ini anak-anaknya yang pada
dursila aja enggak dia tegor? Entah Eli lebih gampang negor jemaat, entah
gimana, yang jelas imam Eli sampe negor Hana supaya bertobat, saya yakin Hana
nangisnya dan doanya bukan nangis dan doa biasa.
Abis itu Hana curhat sama Eli, lalu Eli
mendoakan Hana, dan Hana dapat janji Tuhan bahwa dia akan dapat anak. Wuah! Ini
baru BIG NEWS!!
Alkitab ga merinci berapa taun Hana berdoa dan
berusaha dapetin anak, tapi mungkin cukup lama ya, secara isteri mudanya
suaminya aja saat itu udah punya beberapa orang anak. Hana langsung gembira
luar biasa, dan langsung mau makan. Hm... gejala kejiwaannya sekarang menjurus
ke Gangguan Bipolar alias manik depresif wkwkwkw...
Anyway, singkat cerita, Hana kemudian dapet
baby Samuel. Oh what joy!
Setelah menikah dulu, kami nunggu setengah
tahun lebih baru dikasih hamil. Saya sih biasa-biasa aja, karena emang maunya
adaptasi dulu hidup berumah tangga, baru direcokin soal baby. Tapi suami udah
gak sabar pengen cepet-cepet punya baby. Jadi lumayan lah beberapa bulan
dilalui dengan berdoa meminta baby, ngerasain kecewa saat ngecek ternyata
enggak hamil atau enggak datang bulan tapi ternyata cuma telat doang alias
enggak hamil. Saat tau hamil, wah rasanya susah dilukiskan dengan kata-kata.
Campur aduk antara senang, excited, waswas, kuatir, bersyukur, dll dah...
Buat Hana, campur aduknya pastinya lebih ya,
ada rasa lega, puas, bangga, penuh syukur, sukacita, kuatir dan waswas yang
normal sekaligus yang “abnormal”, akibat inget nazarnya dulu kepada Tuhan,
yaitu bahwa anak itu nanti harus diserahkan kepada Tuhan.
Mengetahui betapa singkatnya waktu yang Hana
punya bersama bayi yang sudah sekian laaamaaanya dinanti-nantikan itu, tentunya
bawa tekanan tersendiri ya. Alkitab gak mencatat apakah Hana maju mundur alias
pake goyah-goyah dalam menepati nazarnya ini. Tapi kalo liat keseluruhan kisah
Hana di kitab Samuel, keliatannya Hana bener-bener teguh pendiriannya tentang
penyerahan Samuel kepada Tuhan.
Maka, Hana pun mengasuh Samuel sampe Samuel
cerai susu, alias disapih. Saya enggak tau umur berapa biasanya anak-anak
Israel pada zaman itu disapih, tapi saya perkirakan mungkin sekitar umur 2-3
tahun ya. Soalnya Alkitab sendiri berkata demikian, “Setelah perempuan itu menyapih anaknya, dibawanyalah dia, ... lalu
diantarkannya ke dalam rumah TUHAN di Silo. Waktu itu masih kecil betul
kanak-kanak itu.” 1 Samuel 1:24
Duh.
Gimana ya rasanya, harus nyerahin anak balita
kita begitu aja ke tangan orang lain. Yah teorinya diserahin ke tangan Tuhan
sih, tapi kan diserahkannya ke bawah asuhan imam Eli ya, yang udah mulai tua,
apalagi imam Eli terkenal kurang bagus parentingnya! >_<
Baca kisah anak-anak imam Eli yang dursila di 1
Samuel 2:12-17 dan 1 Samuel 2:22-25.
Dan ini kata Tuhan sendiri tentang gaya
parenting-nya imam Eli: “Sebab telah
Kuberitahukan kepadanya bahwa Aku akan menghukum keluarganya untuk selamanya
karena dosa yang telah diketahuinya, yakni bahwa anak-anaknya telah menghujat
Allah, tetapi ia tidak memarahi mereka!” 1 Samuel 3:13
Pada saat Samuel diserahkan kepada Tuhan,
anak-anak imam Eli mungkin belom sebobrok seperti yang dikatakan di 1 Samuel 2.
Tapi tentunya udah mulai lah ya... kedursilaan mereka bikin geleng2 kepala:
ngambil bagian terbaik korban persembahan yang seharusnya buat Tuhan, sampe meniduri
perempuan2 yang melayani di Kemah Pertemuan >:O Astaga...!
Pastinya kebejatan macam gini gak terbentuk
dalam sebulan dua bulan, tapi makan waktu bertaun-taun dong.
Gimana ya perasaan Hana mau memasrahkan Samuel
ke tangan imam Eli? >_<
Her precious little Samuel, yang diminta dengan
doa bertahun-tahun, depresi bertahun-tahun, bergalon-galon air mata, dan nazar
yang menyayat hati.
Sebuah ketaatan pada Tuhan dan langkah iman
yang luar biasa!
Saya coba ngebayangin gimana kalo saya kudu
serahin anak saya.
Wah... belom-belom udah pengen nangis rasanya.
Kebayang kayak adegan sinetron kali. Belom lagi kalo anaknya nangis kejer
memohon-mohon supaya jangan ditinggal, huhuhu... T.T (Ada yang tau film Chinese
jaman jebot yang judulnya My Beloved? Bisa bikin penonton nangis melebihi
serian Endless Love loh – oops maaf, ngelantur :P)
Balik ke topik.
Saya yakin hatinya Hana juga duileh sedih
buangettt, dan dia selalu memikirkan Samuel-nya itu. Keliatannya Hana bukan tipe
mama yang sengaja gak mau bonding atau sengaja gak mau membangun hubungan dekat
sama anaknya untuk mencegah luka hati karena nantinya mau diserahkan kepada
Tuhan.
Terbukti dari setiap tahun Hana bikinin jubah
untuk Samuel dan setiap tahun Hana nengokin Samuel sambil ngasih jubah
bikinannya itu (1 Samuel 2:19).
Cuma setahun sekali ketemu Samuel dan Hana bisa
tahu dengan tepat ukuran jubah yang harus dijahitkan buat Samuel. Saya bayangin
Hana tentu siapin jubah efod kecil untuk sang imam cilik itu dengan mencurahkan
segenap cintanya yang gak bisa dia tunjukkan dengan cara lain.
Satu lagi, gimana caranya supaya Samuel bisa jalanin
hidup tanpa luka hati ngerasa “dibuang” ortunya (walopun diserahkan kepada
Tuhan)? Anak saya aja suka mellow-mellow ga jelas kalo papanya sibuk banget
sampe 2-3 hari ga bisa ketemu. Gimana dengan Samuel yang sejak balita
dipasrahin ke orang lain? Saya rasa ini juga bukan perkara kecil. Ckckckck...
Dan Hana bilang apa sebagai kalimat terakhir
sebelum meninggalkan Samuel pada imam Eli? “Maka
aku pun menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada
TUHAN.” Lalu sujudlah mereka di sana menyembah kepada TUHAN. (1 Samuel 1:28)
Ayat di atas adalah ayat terakhir dalam 1
Samuel pasal 1.
Setelah itu, gak ada adegan depresif dramatis
ala sinetron.
Sambungannya langsung ke 1 Samuel pasal 2, yang
perikopnya diberi judul “Puji-pujian
Hana”.
Dimulai dengan 1 Samuel 2:1: Lalu berdoalah Hana, katanya: “Hatiku bersukaria karena
TUHAN, tanduk kekuatanku ditinggikan oleh TUHAN; mulutku mencemoohkan musuhku,
sebab aku bersukacita karena pertolongan-Mu.”
Pujian ini berlanjut sampe 10 ayat
panjang-panjang yang isinya bener2 meninggikan Tuhan, setitik pun gak ada curhat
depresif ala Hana :O
Meskipun mungkin
(mungkin doang loh ya) Hana kayaknya ada kecenderungan bipolar, di mana mungkin
ada episode manik (hepi berlebihan, semangat berlebihan, gak kenal cape, dll), saya
rasa mustinya sekarang Hana depresi ya bukan manik.
Sekilas info, pasal-pasal dan perikop-perikop
di dalam Alkitab itu ngga selalu disusun sesuai urutan kronologis (urut waktu
dan tempat, alias berbentuk narasi). Kadang-kadang ada pasal yang gak
berurutan, jadi kejadian di pasal 2 misalnya, gak selalu terjadi setelah pasal
1.
Dalam kitab 1 Samuel, saya gak tau ini urut
kronologis apa enggak, tapi for some reason penulis kitab Samuel menempatkan
puji-pujian Hana ini tepat setelah Hana menyerahkan Samuel kecil kepada Tuhan,
dan diawali dengan kata “LALU”.
Jadi saya menyimpulkan bahwa kemungkinan besar
Hana naikin pujian ini memang setelah menyerahkan Samuel.
Sangat mengherankan. Dan mengagumkan.
Kenapa Hana bisa memuji setelah menyerahkan
anaknya?
Karena Hana mengingat kebaikan Allah, mengingat
apa yang sudah Allah berikan buat dia, yaitu anak yang dirindukannya. Begitu kata pak pendeta.
Wow.
Sungguh sikap hati yang luar biasa!
Di saat-saat paling menyedihkan dalam hidupnya,
alih-alih berkubang galau dan bermuram durja atau nangis2 atau mengasihani diri
sendiri, Hana mengingat kebaikan Allah. Hana menghitung berkatnya, mengingat
apa yang Tuhan sudah berikan
buat dia.
Hana bisa memuji Tuhan di tengah kesedihan yang
mendera.
Another interesting point, keliatannya Hana
udah banyak bertumbuh secara rohani dalam tahun-tahun dia hamil, melahirkan,
dan mempersiapkan untuk menyerahkan Samuel.
Dulu Hana depresi dan nangis2 sampe kayak orang
mabok pas didera persoalan kemandulan. Boro-boro bisa memuji Tuhan.
Sekarang Hana bisa memuji Tuhan meskipun dia baru saja menyerahkan permata hatinya satu-satunya.
Sekarang Hana bisa memuji Tuhan meskipun dia baru saja menyerahkan permata hatinya satu-satunya.
Pada waktu hidup lagi enak, rasanya gampang
memuji Tuhan, tapi kita suka lupa.
Pada waktu hidup lagi ga enak, rasanya
boro-boro pengen memuji Tuhan.
Tapi, setelah saya berpanjang lebar soal Hana, semoga
seperti saya, pembaca juga terinspirasi, untuk ingat memuji Tuhan di saat hidup
lagi enak, dan berusaha memuji Tuhan waktu hidup lagi ga enak, karena kita
mengingat kebaikan Tuhan dan pemeliharaan Tuhan yang terus menerus nonstop,
baik di saat hidup kita enak maupun enggak enak.
Hannah, learning about your life has blessed me
so much. Thanks for the inspiration.
Update:
Saya nambahin sedikit, bahwa kisah Hana berakhir dengan sangat happy end, di mana Tuhan memberkati dan mengindahkan Hana, sehingga Hana kemudian mengandung dan melahirkan lagi 3 anak laki-laki dan 2 anak perempuan untuk menggantikan anak yang telah diserahkannya kepada Tuhan (baca 1 Samuel 2:20-21).
Update:
Saya nambahin sedikit, bahwa kisah Hana berakhir dengan sangat happy end, di mana Tuhan memberkati dan mengindahkan Hana, sehingga Hana kemudian mengandung dan melahirkan lagi 3 anak laki-laki dan 2 anak perempuan untuk menggantikan anak yang telah diserahkannya kepada Tuhan (baca 1 Samuel 2:20-21).
Interesting post banget, Piot...ala Piot tea sampe disebut manic depressive segala ha ha ha ha...bikin ketawa LOL!!!
ReplyDeleteThankyou, you've blessed me so much with your writing. God Bless You :)
ReplyDelete