Friday, September 26, 2014

What you need to know about ADHD - part 1

The thing I hate the most about ADHD: it makes parenting a living hell at times. Of course it’s a journey of grace, enlarging your capacity, and so on, but more often than not, well... I needn’t say it twice.

The fact that the incidence keeps increasing, along with other child development issues, proves how much deeper we have been falling into sin. And how much we need redemption, which only Jesus can offer. He heals, redeems, and transforms us into who we are meant to be as a God’s creation.


ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

Untuk keterangan secara umum, silakan baca di sini. Postingan saya yang pertama tentang ADHD juga memuat banyak link yang bagus, silakan baca di sini.

Bahwa Anda bisa nyampe ke laman blog saya ini, ada beberapa kemungkinan.
Pertama, mungkin Anda pengikut blog saya; kalo iya, silakan baca sepuasnya, karena pengikut biasanya setia aja bacain apa pun yang saya posting hehehe..
Kedua, mungkin Anda nyasar ke sini; kalo iya, silakan baca dan liat-liat, sesuai selera aja dah. Ketiga, mungkin Anda sengaja browsing cari keterangan atau apa aja tentang ADHD; kalo iya, saya berasumsi Anda punya sanak famili berkebutuhan khusus atau lagi research tentang ADHD dan sebangsanya.
Dan postingan ini secara khusus saya tujukan buat pembaca yang termasuk kelompok ketiga.

Saya bukan ahlinya di bidang ini, walopun saya bergelar dokter umum. Saya punya “paspet” (passion akibat kepepet) sehingga saya berusaha mempelajari ADHD.

Sebagian dari pengalaman saya selama empat tahun bergulat, bergelut, berkedut, berjambakrambut, dan bertelut akibat gangguan yang disebut ADHD ini, akan saya ringkaskan di tulisan ini. Semoga bisa menambah wawasan dan membuka mata, membantu dan memberi pencerahan buat para ortu yang lagi galau, or better yet, membuka jalan buat “paspet” saya berikutnya, yaitu membentuk support group alias komunitas para ortu anak berkebutuhan khusus (khususnya ADHD) yang bersandar kepada Kristus. Komunitasnya belom ada, tapi kalo ada yang mau gabung bisa kontak saya ya ;)

1. ADHD adalah gangguan perkembangan akibat adanya disfungsi di otak. 

Pada ADHD terdapat kelainan fungsi otak, tepatnya di lobus prefrontal. Baca di sini dan situ buat para kaum cendekiawan/ti yang butuh dasar ilmiah yang lebih intelek. Di tulisan ini saya cantumin yang praktis2 aja buat kaum emak2 yang udah galau dan gak butuh dibikin lebih mabox :D

Secara umum, ada BUANYAK BUANGET gangguan perkembangan pada anak-anak, mulai dari yang ringan sampe yang berat. So, sampe pusing deh ngeliatin singkatan2 alfabet di banyak artikel, seperti ASD (Autistic Spectrum Disorder), SPD (Sensory Processing Disorder), LD (Learning Disorder), dan seterusnya yang kebanyakan berakhiran dengan huruf D, untuk Disorder, atau bahasa Indonya GANGGUAN. Gangguan-gangguan ini enggak khas, artinya tiap gangguan punya beberapa gejala yang sama, jadi kadang susah dibedakan.

Analoginya, gak bisa dibedain seperti kita bedain telor ayam, telor bebek sama telor puyuh, yang udah jelas beda dari warna dan ukurannya walopun sama-sama telor. Gangguan-gangguan ini ibarat telor ayam dari ayam item, ayam putih, ayam burik, ayam negri, ayam kampung, sampe ayam jadi-jadian wkwkwkw.... So, dari luar sama2 telor, tapi kalo didalami dan diteliti, ternyata ada yang asalnya dari induk yang burik, atau induk burik dan bapak item, dan seterusnya; bahkan ada juga telor yang isinya dua kuning telor atau gak ada kuningnya.

Contohnya, anak dengan autisme bisa punya gangguan sensorik (SPD) atau tanpa gangguan sensorik. Anak dengan ADHD bisa punya SPD juga. Anak dengan ADHD bisa punya speech delay (keterlambatan bicara) seperti gejala khas pada autisme. Dan seterusnya.

Lebih rumitnya lagi, tiap kasus (tiap anak) memperlihatkan manifestasi gejala yang berbeda-beda. Misalnya ada yang autisme dengan speech delay, atau autisme tanpa speech delay seperti pada Asperger Syndrome (Asperger termasuk dalam kelompok ASD). Ada autisme yang high functioning, ada juga yang borderline atau gak jelas sampe dinamain PDD-NOS (Pervasive Developmental Disorder-Non Otherwise Specified alias gak tergolongkan). Dan lain-lain.

ADHD sendiri termasuk dalam kelompok gangguan atensi alias gangguan pemusatan perhatian (Attention Deficit Disorder). ADD ada 2 macem, yaitu dengan hiperaktivitas (SELALU ditandai dengan keluhan anaknya gak bisa diem), atau tanpa hiperaktivitas (anaknya diem tapi gak fokus, melamun). Biasanya, ADHD lebih gampang ketauan daripada ADD. Soalnya punya anak hiper itu masyaoloh ajubileh dah rasanya (you know lah ya. If you don’t know atau ragu2, kemungkinan besar anak Anda TIDAK hiper. Ortu yang anaknya beneran hiper, tanpa keraguan akan mengeluhkan ke-hiper-an yang bikin amsiong). Juga kalo anak dibilang sering melamun di kelas, walopun anaknya kalem2 dan gak mengganggu, coba diperhatikan lebih teliti ya...


2. ADHD sering disertai ko-morbiditas (gangguan lain).

Komorbiditasnya bisa berupa ODD (Oppositional Defiant Disorder, atau pembangkangan yang berlebihan). Eits jangan buru2 bilang banyak anak emang suka membangkang ya. Pada ODD membangkangnya luar binasa, sampe hal-hal yang absurd. Bisa bikin ortu pengen cepet mati. Seriusly. So, jangan dikira ini sebutan mengada-ada.
Ada juga LD (Learning Disorder, termasuk di dalamnya dyslexia, dysgraphia, daaaan lain-lain), ansietas (anxiety atau gangguan cemas), depresi, bipolar, SPD (gangguan sensorik), gangguan koordinasi (termasuk di dalamnya dyspraxia, tonus otot yang lemah, daaaan lain-lain).

Emang rumit banget. Sampe sekarang saya masih sering terbengong-bengong ga ngerti singkatan tertentu artinya apaan.


3. Metoda parenting untuk anak-anak biasa sering tidak bisa diterapkan pada anak-anak spesial.

Anak biasa = “anak normal”-saya pake tanda kutip yah, karena anak spesial itu BEDA, tapi BUKAN abnormal. Dan tentunya tidak KURANG dari normal. Nowadays I think normal is overrated, coz we all are abnormal in one way or another ;)
Anak “normal” sering disebut NT (neurotypical) alias tidak mempunyai gangguan neurologis.

Makanya, ortu anak-anak spesial ini juga menerapkan metoda-metoda parenting yang tidak lazim. Ini bukan karena ortunya gak bener, bego, atau gak peduli tentang parenting (walopun secara manusiawi tentu kami banyak begonya, ga benernya, dan masih kurang belajarnya), tapi karena cara-cara yang biasa gak mempan buat anak-anak spesial.

Contoh:
Kalo anak biasa minta ke kebon binatang terus dibujuk pake kalimat "besok2 aja ya...", besoknya bisa udah lupa. Kalo anak spesial di situasi yang sama dibujuk pake kalimat yang sama, dia akan PEGANG TEGUH itu kalimat. Otaknya udah terkunci (preokupasi) ke hal2 yang bakal dia lakukan di kebon binatang. Bahkan dia bakal menghitung mundur sambil ga bisa mengalihkan pikiran ke hal lain  saking excitednya.

Cuma contoh ya, jadi tentu gak bisa digeneralisasi buat semua anak biasa. Ada juga anak biasa yang kritis dan strong willed. Tapi secara umum berlaku lah ya contoh ini.

Ini baru satu contoh sederhana.
Bisa dibayangkan untuk sikon yang lebih rumit kecenderungan di atas bisa berkembang jadi seperti apa? Bisa WOW banget. Yang mengerti biarlah mengerti; yang tidak mengerti, lanjut baca aja ya, coz it’s almost impossible to explain unless you experience it yourself :P

Buat anak ADHD atau SPD, di otaknya udah kebanyakan ide ataupun input sensorik, otak mereka gak bisa mengabaikan hal-hal yang gak bermakna untuk berfokus pada beberapa ide atau input sensorik yang penting aja.
Menurut seorang remaja dengan ADHD, otaknya terasa penuh, kayak dipenuhi ide-ide dari 4 orang, semua berdesak-desakan di benaknya, bersaing buat dapetin perhatiannya. Begitu perhatiannya terpusat ke 1 ide, ide-ide lain udah berdesakan berusaha nyaingin, maka dia beralih ke ide lain. Begitu seterusnya.
Kebayang ga sih capenya? :(


4. Gangguan-gangguan ini tidak bisa dikendalikan oleh si anak, tidak bisa dihilangkan dengan pola asuh, maupun terapi/obat.

Misalnya sifat impulsif.
Kalo lagi marah terus lempar barang, pada anak biasa itu adalah ekspresi kemarahan. Bisa dilatih untuk mengekspresikan kemarahan dengan cara-cara lain yang lebih bisa diterima.
Pada anak spesial, sifat impulsif itu seperti refleks, tidak bisa dikendalikan.
Analoginya kalo lutut Anda digetok pake palu refleks oleh dokter, Anda gak bisa hentikan itu, lutut Anda akan nendang dengan sendirinya, tanpa Anda sengaja.
Anak spesial yang dengan impulsif melempar barang atau ngotot memegang benda yang Anda larang, tidak bisa mengendalikan hal itu. Seiring berjalannya WAKTU dan semakin matangnya perkembangan saraf-sarafnya dan semakin terlatih anak tsb, sifat impulsif bisa semakin berkurang atau bisa ditekan. Sekali lagi, ini adalah PROSES yang panjang.

Buat keluarga kami pribadi, ini bukan berarti anak dibiarkan semaunya.
Sifat impulsif walaupun sulit dan penuh perjuangan (dengan cucuran air mata, I’m telling you!), harus diterima. Tapi anak saya tetap perlu dapet konsekuensi dari tindakannya yang tidak bisa kami terima. Misalnya dia karena impulsif mukul papa, maka dia dapet sanksi (selama ini kami sebut hukuman, belakangan istilah ini pun jadi masalah tersendiri, jadi kami berusaha mengurangi penggunaan istilah ini di rumah kami), walopun dia gak sengaja (impulsif).
Seiring berjalannya waktu, anak kami makin ngerti saat muncul impulsnya buat mukul, dan makin bisa mengendalikan (walopun gak selalu ya).

Begitu juga soal kepatuhan.
Saya banyak belajar bahwa buat anak-anak, patuh kepada ortu adalah PERINTAH Tuhan, seperti tertulis dalam Efesus 6:1 dan Kolose 2:20. Dan kepatuhan ideal adalah “right away, all the way, with a merry heart” alias kudu patuh segera, sepenuhnya, dengan sukacita.
Beberapa buku parenting menista (lah, bahasa infotainment :P) metoda hitung 1, 2, 3. Contohnya kalo anak diminta mandi, dia ogah nurut. Kita jelaskan bahwa kita akan hitung sampe 3, kalo dia belom nurut akan ada sanksi. Nah menurut buku2 ini, itu bukan ketaatan yang right away. Not good enough.
Tapi buat anak2 impulsif, impuls/refleks pertama kalo disuruh mandi pas lagi asik main adalah bilang (TEREAK, lebih tepatnya) “NO!!” sambil nerusin main. Ini adalah refleks, gak bisa ditahan.
Nah saat ortu hitung 1, sistem sensorik anak mulai memroses instruksi untuk mandi. Impuls mulai ditahan atau dilawan. Pada saat ortu hitung 2, dia punya pilihan untuk nurut, atau terima sanksi yang akan jatuh di hitungan selanjutnya.
Maka kalo dia MEMILIH untuk ngikutin impuls alih-alih taat, dia dapet sanksi yang pantas buat pilihannya itu. Karena kan sekarang kalo ga patuh bukan lagi ga disengaja, melainkan dengan penuh kesadaran. A sinful choice that deserves correction or penalty.
Secara umum, cara 1-2-3 ini manjur buat kami.

Setiap anak beda. Beda tantangan dan kesulitannya, temperamennya, juga gangguannya.
Setiap ortu juga beda. Beda temperamennya, tingkat kesabarannya, pergumulan dan problema hidupnya pada saat itu secara spesifik dan maupun secara umum.
Cara yang berhasil buat 1 anak&ortu belom tentu berhasil buat anak&ortu lain.
Cara yang dulu berhasil belom tentu akan selalu berhasil. Cara yang dulu gagal mungkin di kemudian hari bisa diterapkan.
Be creative, perhatikan dan cari cara yang paling cocok buat anak Anda di setiap kasus (beda-beda juga sikonnya).

Saya gak setuju sama kutipan yang banyak beredar di BB maupun sosmed, yang ini nih:

Jika anakmu BERBOHONG,itu karena engkau MENGHUKUMNYA terlalu BERAT. 
Jika anakmu TIDAK PERCAYA DIRI,itu karena engkau TIDAK MEMBERI dia SEMANGAT.
 Jika anakmu KURANG BERBICARA,itu karena engkau TIDAK MENGAJAKNYA BERBICARA. 
Jika anakmu MENCURI,itu karena engkau TIDAK MENGAJARINYA MEMBERI. 
Jika anakmu PENGECUT,itu karena engkau selalu MEMBELANYA. 
Jika anakmu TIDAK MENGHARGAI ORANG LAIN,itu karena engkau BERBICARA TERLALU KERAS KEPADANYA. 
Jika anakmu MARAH,itu karena engkau KURANG MEMUJINYA. 
Jika anakmu SUKA BERBICARA PEDAS,itu karena engkau TIDAK BERBAGI DENGANNYA. 
Jika anakmu MENGASARI ORANG LAIN,itu karena engkau SUKA MELAKUKAN KEKERASAN TERHADAPNYA. 
Jika anakmu LEMAH,itu karena engkau SUKA MENGANCAMNYA. 
Jika anakmu CEMBURU,itu karena engkau MENELANTARKANNYA. 
Jika anakmu MENGANGGUMU,itu karena engkau KURANG MENCIUM & MEMELUKNYA. 
Jika anakmu TIDAK MEMATUHIMU,itu karena engkau MENUNTUT TERLALU BANYAK padanya. 
Jika anakmu TERTUTUP,itu karena engkau TERLALU SIBUK.

Menurut pendapat saya pribadi, ada begitu banyak unfair judgement dan false conviction di sana. Kalo anaknya baik, ortu cenderung jumawa, "itu karena gue ortu yang hebat", kalo anaknya ga sebaik yang diharapkan oleh masyarakat, ortu jadi cenderung menyalahkan diri sendiri. Padahal ortu ga ada yang sempurna, kita udah jatuh dalam dosa. Tuhan tau banget kita berdosa dan will surely mess up, tapi Dia teteuupp kirim bayi2 ke tengah2 umat manusia yang kacrut ini. Because He has a purpose for mankind. Tapi itu topik lain lagi ya, udah ngelantur nih aye... :P

Jadi menurut kutipan di atas, pada dasarnya anak melakukan sesuatu yang jelek itu semata karena didikan ortunya yang salah. Jadi kalo anak suka teriak2, itu akibat ortu suka teriak2in juga.
Nyatanya anak spesial dari ortu yang tunawicara pun cenderung sering teriak2, karena gangguan pematangan emosi dan sifat impulsif atau emosionalnya, apalagi kalo disertai komorbiditas seperti gangguan pendengaran, atau masalah kejiwaan (bipolar saat manik, gangguan cemas, ODD, dll).
Tentu ortu yang sering teriak dan marah membuat anak cenderung mengekspresikan diri dengan LEBIH banyak teriak dan marah, itu tidak saya pungkiri. Tapi ada buanyaaak faktor, bukan hanya teriakan ortunya doang yang bikin anak jadi hobi berteriak.

Katanya anak yang suka marah-marah itu akibat terlalu sering dimarahi.
Ada benarnya. Tapi tidak dimarahi pun anak-anak ini meledak-ledak emosinya, naik turun bak roller coaster. Sebentar depresi mengutuki diri sendiri, sebentar muarah buesar menggoncang dunia, pas emosi ortunya udah kepancing dan belum adem, anaknya udah pindah fokus dan ketawa-ketiwi inget kejadian lucu di skul -.-‘

Anak saya tidak pernah nonton sinetron maupun film-film, selain beberapa film dokumenter hewan2 (itu pun disaring dengan ketat dan frekuensinya dijatahin), gak pernah juga dicontohin ortunya begini, tapi waktu tantrum pernah sampe teriak2 minta dibunuh. Ini kejadiannya di tempat umum. Oh what a scene... >_<  (FYI, penyebabnya sepele sampe saya lupa, mungkin cuma makanan sarapan yang tumpah, or something. Kadang2 tantrumnya tanpa sebab loh. Seriously! Life’s so crazy sometimes...)

Jadi intinya pola asuh, terapi, dan obat bisa membantu anak-anak spesial buat mengatasi banyak masalah koordinasi, pengelolaan emosi, dll, tapi gak menghilangkan gangguan yang ada.

Untuk pola asuh dan terapi, biasanya perlu konsultasi ke psikolog dan terapis.
Untuk obat, Anda harus bawa anak Anda konsultasi ke dokter, yaitu psikiater alias dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (SpKJ) atau neurolog alias dokter saraf (SpS), lebih bagus lagi yang secara khusus menangani anak (ambil subspesialis seperti psikiatri anak atau neuropediatri).

Perlu Anda ketahui, para psikolog, terapis dan dokter pun punya aliran yang berbeda-beda. Psikolog pada umumnya suka pake pendekatan pola asuh, terapis suka pendekatan terapi, dokter ada yang suka pendekatan herbal/diet/suplemen, atau farmakoterapi alias ngasih obat.
Selain itu, programnya juga beda-beda, ada psikolog yang suka pake program X dari luar negri (sampe ikut kursusnya, punya sertifikat, segambreng buku dan program aliran tersebut), ada yang suka pake program Y, ada yang suka menyesuaikan dengan sikon ortu (individualized), daaaan lain-lain. Begitu juga dokter.
Sepanjang pengetahuan saya sih gak ada standar tertentu. Rumit? Banget.

Jadi gimana dong nentuin kita musti pilih yang mana?

Sayangnya, gak ada cara lain selain terapi empiris (sekali2 bergaya pake bahasa medis, jangan bahasa alay mulu wkwkwkw....), alias TRIAL AND ERROR.

Yaitu dengan penuh perjuangan Anda berdoa, minta Tuhan buka jalan, and somehow entar Anda akan liat beberapa jalur yang akan Tuhan bukakan. DICOBA AJA, dengan bimbingan Tuhan dan kesepakatan dengan suami/keluarga dan pihak2 yang terkait, sambil mempertimbangkan kemampuan Anda (fisik, mental, maupun finansial).

Lah trus gimana cara tau mana yang cocok mana yang engga?

Percaya sama saya, kalo Anda amati dan ikuti perkembangan anak Anda, Anda akan tau sendiri mana yang cocok dan mana yang engga. Pelan-pelan Anda akan tau sendiri mana saran2 yang realistis buat sikon Anda dan mana yang terlalu muluk-muluk. Anda akan belajar mana yang bisa Anda terapin, mana yang engga, mana yang ngefek, mana yang engga.

Kalo Anda ketemu jalan buntu, jangan patah arang. Balik arah, dan coba jalur lain.
Melelahkan? Wah, superrrr melelahkan.
Ngabisin duit? Tentunya.
Butuh waktu dan kesabaran? Pasti. Gak bisa instan liat hasilnya.
Meskipun kita terbirit-birit mengejar golden period-nya anak kita, time is merciless. Waktu gak kenal kasihan. Proses tetep harus jalan dulu, baru hasil keliatan, baik itu berhasil atau gak berhasil.

Satu hal, kalo kita udah minta bimbingan Tuhan, Dia GAK AKAN TINGGAL DIAM.

“Sebab TUHAN, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati.” Ulangan 31:8

Apa orang yang dibimbing Tuhan gak akan nemu jalan buntu?

:)
Kalo kita nemu jalan buntu pas dibimbing sama Tuhan, berarti jalan buntu itu PERLU buat kita. Tuhan kita adalah penggemar proses. Dia lebih mentingin proses daripada hasil. Proses yang Dia ijinkan akan memberikan hasil sesuai yang Dia rencanakan.
Nemu jalan buntu atau nemu jalan tol, kita semua udah punya jatah kita masing-masing.
Jangan liat anak si A ke psikolog Anu atau dokter Itu terus langsung baek, sedangkan anak si B ke para ahli yang sama kok gak baek-baek.

Jangan terus nge-judge: ortunya kurang perhatian kali, atau anaknya parah banget. Those are hurtful! Walopun cuma di pikiran, tolong buru-buru dihapus ya. Karena apa yang kita pikirkan itu tercermin dalam perkataan dan sikap kita.

Tuhan punya proses berbeda buat setiap anak-Nya, baik buat ortu anak spesial, maupun buat anak spesial itu sendiri. God in His sovereignty and wisdom, has His own ways.
Seluruh proses ini akan Tuhan pake buat membentuk kita, menggenapi maksud dan rencana-Nya buat hidup kita dan anak kita, juga buat dunia di sekitar kita.

“Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN.” Yesaya 55:8

“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” Yeremia 29:11


So, kembali ke poin utama nomer 4, walopun secara teoretis dan manusiawi gangguan ini tidak bisa dihilangkan, tapi sebagian bisa membaik pada saat anak tumbuh dewasa.
Pada ADHD, katanya sih 70% anak membaik pada saat usianya remaja. Amiiinn....
Membaik ya, bukan menjadi neurotypical (kecuali Tuhan mau, ga ada yang mustahil buat Tuhan).
Yang terpenting adalah si anak (dan keluarga) belajar BERDAMAI dengan keunikan dan kesulitannya, nemu cara buat bisa menjalankan fungsi sesuai dengan yang digariskan oleh norma-norma hidup sehari-hari, meskipun dalam beberapa hal mereka tetap  berbeda dengan orang-orang kebanyakan.

Beberapa anak membaik dengan terapi (sensori integrasi, Applied Behavioral Analysis/ABA, terapi perilaku, terapi okupasi, terapi wicara, daaaan lain-lain), ada yang membaik dengan pola asuh tertentu, ada juga yang perlu minum obat.

Soal obat, ada ortu yang pro, ada yang kontra.
Obat dasar ilmiahnya adalah memperbaiki fisiologi neurotransmiter di lobus prefrontal (yaitu dopamin) yang berfungsi buat mengatur perilaku, perhatian, emosi, dan lain-lain (rumit dah, saya gak begitu mendalami dah :P).
Obat biasanya diberikan buat anak-anak yang gejalanya gak membaik dengan terapi atau pola asuh, dan bersifat destruktif buat si anak atau keluarganya. Anak-anak yang terlalu impulsif atau hiperaktif sering punya banyak masalah di sekolah dan masalah dengan orang-orang di sekelilingnya. Orang banyak yang susah menerima atau bahkan benci, sering dihukum di sekolah, dll, sehingga biasanya anak-anak ini semakin gede malah semakin tertekan. Waktu TK sih problemnya belum terlalu kentara, soalnya temen2nya kan juga sama-sama pada aktif dan susah diatur. Tapi mulai SD, di saat teman2nya udah makin mateng secara emosi dan kemampuan bina dirinya udah berkembang dengan baik, anak-anak spesial masih kesulitan. Jadi mereka sering dilabeli anak nakal, malas, bodoh, dll.
Kalo problem psikologis udah mengkhawatirkan, obat bisa membantu mereka berfungsi lebih baik, khususnya di luar rumah, sehingga problem psikologis bisa diminimalisir.
Kalo problem psikologis yang udah muncul ini dibiarkan, nantinya waktu anak udah mencapai tingkat kematangan usia dan gangguannya mulai membaik, justru problem psikologisnya ini yang bisa2 udah lebih parah.

Oke deh, stop dulu, udah kepanjangan.
Bersambung....

2 comments:

  1. AMEN, Piot...beneran salut ama kalian yang berpegang teguh guh guh ama God's grace and God's sovereignty. May God's power be shown in your lives deh pokoknya...will keep praying for you all.

    GOOD LUCK juga buat bikin/nemu a Christian-based forum da kerasa pisan buat gua pentingnya a working support group. Kaya the wind beneath my wings when the outer world doesn't understand what we're going through. A soft and safe place to fall. Bukan berarti having God isn't enough, tapi kita teh da biar gimana tetep a social being kan.

    ReplyDelete
  2. Thanks, Mel for ur support and prayers... bener bgt about the need of an understanding community, people who share the same daily struggles. Kdg mau nekad bikin grup baru sih, tp blm sanggup mikir jd admin n kudu nge-moderate diskusinya hehehhe... maybe someday ;) *ceuk si tukang nunda kebanyakan pertimbangan hahahha

    ReplyDelete

Ayooo silakan berkomentar.... :)